Rabu, 20 Juli 2016

KEJANG DEMAM




ASUHAN KEPERAWATAN
KEJANG DEMAM
Oleh :
Ida Farida Rahamawati (S1 Keperawatan 2B)

            Alasan saya memilih judul kejang demam ini karena banyak kasus di sekitar kita dan masyarakat dengan gejala kejang disertai dengan demam yang tinggi tidak dapat diatasi dengan baik. Sehingga, hal ini juga sangat membahayakan bagi pasien yang mengalaminya. Rata-rata penderita yang rentan mengalami kejang demam ini adalah bayi dan anak-anak. Tetapi dapat juga terjadi pada orang dewasa. Banyak orang awam tidak mengetahui apa itu kejang demam, sebab terjadinya kejang demam, perjalanan penyakit kejang demam, tanda dan gejala kejang demam, cara untuk mengatasi atau hal-hal yang harus dilakukan untuk mengatasi kejang demam, dan bahkan bahaya yang ditimbulkan bila kejang demam itu tidak segera diberi penanganan atau diatasi dengan baik.

            Sebelum terjadi kejang, biasanya pasien mengalami demam yang tinggi dengan suhu lebih dari 38°C, lalu muncul tanda kejang seperti pucat, mata melotot, kaku seluruh tubuh, gerakan yang tidak terkontrol, gigi menggigit lidah, telapak tangan dan kaki dingin. Kebanyakan orang awam tidak mengetahui hal-hal apa yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut. Sering kali orang berfikir bahwa hal itu merupakan gejala kesurupan atau ayan. Bahkan ada beberapa masyarakat mempercayai bahwa bila terjadi kejang dengan demam menandakan proses menuju kematian. Oleh karena itu, saya tertarik untuk mempelajari tentang Asuhan Keperawatan Kejang Demam. Pada kasus ini saya akan membahas tentang asuhan keperawatan kejang demam pada anak.

            Menurut saya, arti kejang demam adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami kejang yang ditandai dengan kaku tubuh, tidak sadarkan diri, mata melotot, dan gigi menggeget lidah akibat peningkatan suhu tubuh lebih dari 38°C yang disebabkan oleh respon terhadap infeksi, peradangan, atau penyakit lain, terjadi secara singkat selama beberapa menit, beberapa jam, dan bahkan bisa juga terjadi hingga beberapa hari. Bila kejang demam ini tidak segera diatasi maka dapat terjadi kejang demam berulang yang biasanya terjadi lebih lama dari kejang demam sebelumnya. Timbulnya kejang demam ini juga dapat mengakibatkan masalah seperti resiko cidera dan hambatan pada jalan nafas bagi penderita.

            Definisi kejang demam yang pertama, menurut International League Against Epilepsy (ILAE) kejang demam adalah kejang yang terjadi setelah usia 1 bulan yang berkaitan dengan demam yang bukan disebabkan oleh infeksi susunan saraf pusat, tanpa riwayat kejang sebelumnya pada masa neonatus dan tidak memenuhi kriteria tipe kejang akut lainnya misalnya karena keseimbangan elektrolit akut.

            Definisi kejang demam yang kedua, menurut Consensus statement on febrile seizures (1980) kejang demam adalah kejadian pada bayi atau anak yang berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi intracranial atau penyebab tertentu. Anak yang pernah kejang tanpa demam dan bayi berumur kurang dari 4 minggu tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsy, yaitu yang ditandai dengan kejang berulang tanpa demam.

            Definisi kejang demam yang ketiga, menurut A. Aziz Alimul Hidayat (99: 2008) mengemukakan bahwa kejang demam merupakan bangkitan kejang yang dapat terjadi karena peningkatan suhu akibat proses ekstrakranium dengan ciri terjadi antarusia 6 bulan sampai dengan 4 tahun, lamanya kurang dari 15 menit dapat bersifat umum dan dapat terjadi 16 jam setelah timbulnya demam. 

            Jadi, dapat disimpulkan bahwa kejang demam adalah bangkitan kejang yang dapat terjadi karena peningkatan suhu akibat proses ekstrakranium yang bukan disebabkan oleh infeksi susunan saraf pusat, tanpa riwayat kejang sebelumnya, rentan terjadi pada anak antara usia 6 bulan sampai dengan 4 tahun, lamanya kurang dari 15 menit bersifat umum, dan dapat terjadi 16 jam setelah timbulnya demam serta harus dibedakan dengan penyakit epilepsy yang ditandai dengan kejang berulang tanpa demam.

Dalam proses keperawatan, ada lima langkah yang harus dilakukan oleh seorang perawat untuk menghadapi sebuah masalah yang disebut  dengan paradigma keperawatan. Paradigma keperawatan ini terdiri dari tahap pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi keperawatan, dan evaluasi. Tahap-tahap ini harus dilakukan secara sistematis atau berurutan. Tahap pertama adalah pengkajian, dimana seorang perawat harus melakukan pengkajian terhadap setiap pasien. Dalam pengkajian keperawatan ada berbagai macam jenis teknik pengkajian yang digunakan mulai dari pengkajian head to toe, persistem, dan pola Gordon. Tahap kedua adalah diagnosa keperawatan, dimana seorang perawat mengangkat sebuah diagnosa keperawatan setelah melakukan pengkajian dan pemeriksaan fisik pada pasien. Untuk mengambil sebuah diagnosa keperawatan, maka seorang perawat harus mengetahui keluhan-keluhan terbanyak dari seorang pasien tersebut sehingga dapat diambil beberapa diagnosa dan menyimpulkan sebuah diagnosa prioritas atau diagnosa utama. Untuk itu pedoman yang digunakan oleh perawat adalah sebuah buku diagnosa keperawatan  seperti NANDA-I, DOENGOES, ataupun LINDA JUAN. Tahap ketiga adalah intervensi keperawatan, dimana seorang perawat menentukan rencana tindakan yang akan dilakukan pada pasien setelah mengangkat sebuah diagnosa prioritas atau diagnosa utama. Tahap keempat adalah implementasi keperawatan, dimana seorang perawat selanjutnya melaksanakan rencana tindakan yang telah ditentukan sesuai dengan keadaan dan kondisi pasien. Dan tahap yang terakhir adalah evaluasi, dimana seorang perawat harus mengevaluasi hasil tindakan yang telah dilakukan kepada pasien sudah teratasi dengan baik atau belum teratasi. Apabila masalah pada pasien belum teratasi, maka seorang perawat harus menentukan rencana tindakan lanjutan sampai masalah teratasi dengan baik.

Tahap pertama, melakukan pengkajian. Pada kasus kejang demam ini, saya akan melakukan pengkajian dengan menggunakan pengkajian pola Gordon. Dalam pengkajian pola Gordon, terdapat 13 pola yang akan dilakukan pengkajian meliputi : pola manajemen kesehatan dan persepsi kesehatan, pola metabolik-nutrisi, pola eliminasi, pola aktifitas-tidur, pola persepsi-kognitif, pola konsep diri-persepsi diri, pola hubungan peran, pola reproduksi-seksualias, pola toleransi terhadap stress-koping, pola keyakinan-nilai, pola promosi kesehatan, pola kenyamanan, pola tumbuh kembang. Untuk kasus kejang demam ini, saya hanya menggunakan 4 pengkajian pola Gordon diantaranya adalah pola metabolik-nutrisi, pola aktifitas-latihan, pola kenyamanan, pola keamanan dan tumbuh kembang.

Pengkajian pertama adalah pola metabolik-nutrisi. Alasan saya mengambil pola tersebut karena jika pasien mengalami demam yang tinggi maka nafsu makan pada pasien akan mengalami penurunan, sehingga mempengaruhi sistem metabolisme tubuh juga. Pengkajian yang dilakukan antara lain : tanyakan tentang pola makan, porsi makan, riwayat alergi terhadap makanan, jenis makanan yang disukai, mengalami mual dan muntah atau tidak, keadaan umum lemah dan pucat atau tidak, mukosa bibir pucat atau tidak, dan tanyakan juga berat badan pasien. 

Pengkajian kedua adalah aktifitas-latihan. Alasan saya mengambil pola tersebut karena pasien kejang demam akan mengalami kelemahan pada saat demam terjadi dan kekakuan pada saat serangan kejang. Dengan adanya kelemahan pada pasien, maka pengkajian yang dilakukan adalah melakukan pemeriksaan tes kekuatan otot (nilai 0-5) dengan kriteria sebagai berikut : 0: tidak ada kontraksi, 1: kontaksi (gerakan minimal), 2: gerakan aktif namun tidak dapat melawan gravitasi, 3: gerakan aktif, dapat melawan gravitasi, 4: gerakan aktif, dapat melawan gravitasi serta mampu menahan tahanan ringan, 5: gerakan aktif, dapat melawan gravitasi serta mampu menahan tahanan penuh, selain itu kita tanyakan apa saja aktifitas yang dilakukan oleh pasien saat mengalami demam, apakah aktifitas tersebut juga biasa dilakukan oleh pasien, dan berapa lama aktifitas tersebut dilakukan oleh pasien. 

Pengkajian ketiga adalah pola kenyamanan. Alasan saya mengambil pola tersebut karena pasien akan mengalami ketidaknyamanan pada saat demam terjadi. Suhu meningkat membuat pasien menjadi rewel dan sering menangis. Begitu pula pada saat kejang, setelah terjadi kejang pasien akan mengalami rasa sakit di seluruh tubuhnya. Pengkajian yang dilakukan antara lain : apakah pasien terlihat gelisah, apakah pasien sering menangis, dan apakah pasien sering rewel, usaha apa yang sudah dilakukan untuk demam yang dialami, apakah pasien menggigit lidahnya, apakah gerakan saat kejang tidak terkontrol, kapan terjadinya kejang, berapa lama kejang berlangsung, apa tindakan yang dilakukan saat kejang terjadi, dan apakah sebelumnya pasien pernah mengalami hal yang sama seperti sekarang.

Pengkajian keempat adalah pola pertumbuhan dan perkembangan. Alasan saya mengambil pola tersebut karena kejang demam dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada anak. Kejang dapat menyebabkan kerusakan sel-sel saraf yang dapat menghambat proses pertumbuhan dan perkembangan anak. Pengkajian yang dilakukan antara lain berapa usia anak, aktivitas dan kemampuan apa yang sudah bisa dilakukan, berapa berat badan anak, dan berapa tinggi badan anak. Sehingga perawat dapat mengetahui tingkat keterlambatan tumbuh kembangnya.

Tahap kedua, menentukan diagnose. Dari pengkajian tersebut, perawat dapat menentukan diagnosa yang sesuai untuk pasien kejang demam. Diagnosa tersebut adalah 1) Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit. 2) Resiko tinggi kejang berulang berhubungan dengan riwayat kejang berulang. 3) Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan hipertermi yang ditandai dengan suhu meningkat dan anak tampak rewel. 4) Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan dengan keterbatasan informasi yang ditandai dengan keluarga sering bertanya tentang penyakit anaknya. (http://www.scribd.com/doc/251332848) dan (http://www.scribd.com/doc/283589593).

Saya mengambil diagnosa keperawatan untuk kejang demam ini adalah hipertermi berhubungan dengan proses penyakit dan resiko tinggi kejang berulang berhubungan dengan riwayat kejang berulang. Alasan saya mengambil diagnosa hipertermi adalah kejang ini tidak bisa terjadi apabila pasien tidak mengalami peningkatan suhu tubuh, sedangkan alasan saya mengambil diagnosa resiko tinggi kejang berulang adalah apabila kejang demam sebelumnya tidak dapat diatasi dengan baik, maka akan terjadi kejang demam berulang yang lebih lama dari pada sebelumnya.

Tahap ketiga, rencana tindakan. Dari diagnosa yang telah saya ambil, ada beberapa intervensi yang dapat dilakukan kepada pasien. Untuk diagnosa hipertermi berhubungan dengan proses penyakit, intervensinya adalah sebagai berikut 1) Pantau suhu pasien. Alasan saya mengambil rencana tindakan tersebut karena suhu 38,9-41°C menunjukkan adanya proses penyakit infeksius akut. 2) Beri dan anjurkan pasien untuk kompres dingin pada dahi, lipatan paha, dan aksila. Alasan saya mengambil rencana tindakan tersebut karena dapat membantu menurunkan panas tubuh. 3) Anjurkan pasien untuk memakai pakaian tipis dan menyerap keringat. Alasan saya mengambil rencana tindakan tersebut karena pakaian yang tipis dapat mengurangi evaporasi. 4) Beri dan anjurkan pasien untuk banyak minum untuk menghindari dehidrasi. Alasan saya mengambil rencana tindakan tersebut karena peningkatan metabolisme menyebabkan kehilangan cairan sehingga beresiko terjadinya dehidrasi. 5) Kolaborasi dengan tim kesehatan dalam pemberian anti peuretik. Alasan saya mengambil rencana tindakan tersebut karena untuk membantu mengurangi panas tubuh pasien.

Sedangkan untuk diagnosa resiko tinggi kejang berulang berhubungan dengan riwayat kejang berulang, intervensinya adalah sebagai berikut 1) Observasi TTV (suhu tubuh) tiap 4 jam. Alasan saya mengambil rencana tindakan tersebut karena peningkatan suhu tubuh dapat mengakibatkan kejang berulang. 2) Observasi tanda-tanda kejang. Alasan saya mengambil rencana tindakan tersebut karena untuk dapat menentukan intervensi dengan segera. 3) Kolaborasi pemberian obat anti kejang atau konvulsi. Alasan saya mengambil rencana tindakan tersebut karena dapat menanggulangi kejang berulang.

            Selanjutnya adalah tahap implementasi (tindakan keperawatan) yaitu seorang perawat melakukan tindakan sesuai perencanaan yang telah ditentukan dan juga tergantung dari kondisi pasien. Dan untuk tahap terakhir yaitu evaluasi dengan menilai adanya perkembangan kesehatan setelah tindakan keperawatan diberikan kepada pasien.

Daftar Pustaka
Mutiya, Nur. 2012. Kejang Demam pada Anak. http://keperawatanurscimmya.blogspot.co.id/2012/01/kejang-demam-pada-anak.html.Diakses pada tanggal 27 Januari 2012
Ayu, Kurnia. 2015. Kejang Demam. http://dokumen.tips/documents/kejang-demam-56265205f10f6.html. Diakses pada tanggal 20 Oktober 2015
Rizkia, Kiki. https://www.scribd.com/doc/88659973/KEJANG-DEMAM

Rabu, 03 Juni 2015

TUGAS PUT 205
LANGKAH-LANGKAH PENGOPERASIAN”


Disusun Oleh :
IDA FARIDA RAHMAWATI (140901050)



SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
STIKES PEMKAB JOMBANG
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
2014 / 2015
 
  
TUGAS PUT
LANGKAH-LANGKAH PENGOPERASIAN
1.      UJI T SATU KELOMPOK
One sample t test merupakan teknik analisis untuk membandingkan satu variabel bebas. Teknik ini digunakan untuk menguji apakah nilai tertentu berbeda secara signifikan atau tidak dengan rata-rata sebuah sampel.
Uji t sebagai teknik pengujian hipotesis deskriptif memiliki tiga criteria yaitu uji pihak kanan, kiri dan dua pihak.
a.       Uji Pihak Kiri : dikatakan sebagai uji pihak kiri karena t tabel ditempatkan di bagian kiri kurva.
b.      Uji Pihak Kanan : Dikatakan sebagai uji pihak kanan karena t tabel ditempatkan di bagian kanan kurva.
c.       Uji dua pihak : dikatakan sebagai uji dua pihak karena t tabel dibagi dua dan diletakkan di bagian kanan dan kiri.
Contoh Kasus :
Contoh Rumusan Masalah : Bagaimana tingkat keberhasilan belajar siswa?
Hipotesis kalimat :
a.       Tingkat keberhasilan belajar siswa paling tinggi 70% dari yang diharapkan (uji pihak kiri / 1-tailed).
b.      Tingkat keberhasilan belajar siswa paling rendah 70% dari yang diharapkan (uji pihak kanan / 1-tailed).
c.       Tingkat keberhasilan belajar siswa tidak sama dengan 70% dari yang diharapkan (uji 2 pihak / 2-tailed).
Pengujian Hipotesis : Rumusan masalah satu
Hipotesis kalimat :
a.       Ha : tingkat keberhasilan belajar siswa paling tinggi 70% dari yang diharapkan.
b.      Ho : tingkat keberhasilan belajar siswa paling rendah 70% dari yang diharapkan.
Hipotesis statistik :
a.       Ha : µ 0 < 70%
b.      Ho : µ 0 ≥ 70%
Parameter uji :
a.       Jika – t tabel ≤ t hitung maka Ho diterima, dan Ha di tolak.
b.      Jika – t tabel > t hitung maka Ho ditolak, dan Ha diterima
Penyelesaian Kasus 1 (uji t pihak kiri).
Data hasil ulangan matematika siswa sebanyak 37 siswa.
1.      Klik analyze – pilih compare means - lalu pilih one sample T test.
2.      Masukkan variabel nilai ke dalam test variable box, abaikan yang lain kemudian klik OK.
3.      Selanjutnya uji normalitas data : Klik analyze - pilih non parametrics test – pilih 1 sampel K-S.
4.      Masukkan variabel nilai ke dalam test variable list - kemudian klik OK.
Maka akan keluar hasil



Hasil uji di atas menunjukkan bahwa t hitung = 61.488. T tabel diperoleh dengan df = 36, sig 5% (1 tailed) = 1.684. Karena – t tabel < dari t hitung (-1.684 < 61.488), maka Ho diterima, artinya tingkat keberhasilan belajar siswa paling tinggi 70% tidak terbukti, bahkan lebih dari yang diduga yaitu sebesar 74.3489.
Hasil uji normalitas data menunjukkan nilai Kol-Smirnov sebesar 0.600 dan Asymp. Sig tidak signifikan yaitu sebesar 0.864 (> 0.05), sehingga dapat disimpulkan data berdistribusi normal.
Pengujian Hipotesis : Rumusan masalah Dua
Hipotesis kalimat :
a.       Ha : tingkat keberhasilan belajar siswa paling rendah 70% dari yang diharapkan.
b.      Ho : tingkat keberhasilan belajar siswa paling tinggi 70% dari yang diharapkan.
Hipotesis statistik :
a.       Ha : µ 0 > 70%
b.      Ho : µ 0 < 70%
Parameter uji :
a.      Jika + t tabel > t hitung maka Ho diterima, dan Ha di tolak.
b.      Jika + t tabel < t hitung maka Ho ditolak, dan Ha diterima.
Penyelesaian Kasus 2 (uji t pihak kanan)
Data hasil ulangan matematika siswa sebanyak 37 siswa.
1.      Klik Analyze – pilih compare means - lalu pilih one sample T test.
2.      Masukkan variabel nilai ke dalam test variable box, abaikan yang lain kemudian klik OK.
3.      Selanjutnya uji normalitas data : Klik Analyze - pilih non parametrics test – pilih 1 sampel K-S.
4.      Masukkan variabel nilai ke dalam test variable list - kemudian Klik OK
Masih menggunakan hasil analisis di atas, maka diperoleh t hitung sebesar 61.488, dan t tabel = 1.684. Karena + t tabel < dari t hitung (1.684 < 61.488), maka Ho ditolak, dan Ha diterima. Artinya Ha yaitu tingkat keberhasilan siswa paling rendah 70% dari yang diharapkan diterima. Sedangkan Ho yang menyatakan bahwa keberhasilan belajar paling tinggi 70% ditolak.

2.      UJI T BERPASANGAN
Uji-t menilai apakah mean dan keragaman dari dua kelompok berbeda secara statistik satu sama lain. Analisis ini digunakan apabila kita ingin membandingkan mean dan keragaman dari dua kelompok data, dan cocok sebagai analisis dua kelompok rancangan percobaan acak.
Uji t berpasangan (paired t-test) biasanya menguji perbedaan antara dua pengamatan. Uji t berpasangan biasa dilakukan pada subjek yang diuji pada situasi sebelum dan sesudah proses, atau subjek yang berpasangan ataupun serupa. Misalnya jika kita ingin menguji banyaknya gigitan nyamuk sebelum diberi lotion anti nyamuk merk tertentu maupun sesudahnya. Lanjutan dari uji t berpasangan adalah uji ANOVA berulang.
Rumus yang digunakan untuk mencari nilai t dalam uji-t berpasangan adalah:

Uji-t berpasangan menggunakan derajat bebas n-1, dimana n adalah jumlah sampel.
Hipotesis pada uji-t berpasangan yang digunakan adalah sebagai berikut:
a.       H0 : D = 0 (perbedaan antara dua pengamatan adalah 0).
b.      Ha : D ≠ 0 (perbedaan antara dua pengamatan tidak sama dengan 0).
Ilustrasi :
Jika kita ingin membandingkan nilai matematika siswa di sebuah sekolah sebelum dan sesudah mengikuti bimbingan belajar, data yang diberikan adalah sebagai berikut:

Dengan SPSS 17.0 langkahnya sangat mudah:
1.      Pertama input data sebagai berikut :

2.      Kemudian pilih Analyze – Compare Means – Paired Samples T test, seperti berikut :

3.      Setelah muncul kotak dialog Paired-T test, masukkan kedua variabel ke kotak Paired Variables, kemudian klik continue – OK

4.      Akan ditunjukkan output sebagai berikut:

5.      Interpretasi
Nilai t-hitung yang dihasilkan adalah 4,015 pada derajat bebas 14 lebih besar daripada nilai t-tabel sebesar 1,761 (lihat tabel sebaran t). nilai sig.2-tailed lebih kecil daripada nilai kritik 0,05 (0,001 < 0,05) berarti kita dapat menolak H0 dimana perbedaan adalah tidak sama dengan nol, artinya tidak terdapat perkembangan signifikan dari hasil bimbingan belajar yang dilakukan terhadap bidang studi matematika di sekolah tersebut
3.      UJI T INDEPENDEN DAN DEPENDEN
Uji T Independen




Uji T Dependen
Uji-t untuk data berpasangan berarti setiap subjek diukur dua kali. Misalnya sebelum dan sesudah dilakukannya suatu intervensi atau pengukuran yang dilakukan terhadap pasangan orang kembar. Dalam contoh ini akan membandingkan data sebelum dengan sesudah intervensi.
Contoh Kasus :
Suatu studi ingin mengetahui pengaruh suatu metode diet, lalu diambil 28 ibu sebagai sampel untuk menjalani program diet tersebut. Pengukuran berat badan yang pertama (BBIBU_1) dilakukan sebelum kegiatan penyesuaian diet dilakukan, dan pengukuran berat badan yang kedua (BBIBU_2) dilakukan setelah dua bulan menjalani penyesuaian diet.
Buka SPSS, dan masukan datanya seperti ini :

Kita akan melakukan uji hipotesis untuk menilai apakah ada perbedaan berat badan ibu antara sebelum dengan sesudah mengikuti program diet, langkah-langkahnya sebagai berikut.

Dari menu utama, pilihlah:  Analyze-->Compare Mean-->Paired-Sample T-test…. 

Pilih variabel BBIBU_1 dan BBIBU_2 dengan cara mengklik masing-masing variable tersebut.
Kemudian klik tanda ‘segitiga’ untuk memasukkannya ke dalam kotak Paired-Variables.  Seperti nampak di bawah ini :

Selanjutnya klik OK untuk menjalankan prosedur. Pada layar Output tampak hasil seperti berikut:

Dari 28 subjek yang diamati terlihat bahwa rata-rata (mean) berat badan dari ibu sebelum intervensi (BBIBU_1) adalah 57.54, dan rata-rata berat badan sesudah intervensi (BBIBU_2) adalah 56,21. Uji ‘t’ yang dilakukan terlihat pada tabel berikut:

Dari hasil uji-t berpasangan tersebut terlihat bahwa rata-rata perbedaan antara BBIBU_1 dengan BBIBU_2 adalah sebesar 1.321. Artinya ada penurunan berat badan sesudah intervensi dengan rata-rata penurunan sebesar 1.32 kg.

Hasil perhitungan nilai “t” adalah sebesar 5,133 dengan p-value 0.000 dapat ditulis 0,001 (uji 2-arah). Hal ini berarti kita menolak Ho dan menyimpulkan bahwa  secara statistik ada perbedaan yang bermakna antara rata-rata berat badan sebelum dengan sudah intervensi.
4.      ANOVA
ANOVA merupakan lanjutan dari uji-t independen dimana kita memiliki dua kelompok percobaan atau lebih. ANOVA biasa digunakan untuk membandingkan mean dari dua kelompok sampel independen (bebas). Uji ANOVA ini juga biasa disebut sebagai One Way Analysis of Variance.
Asumsi yang digunakan adalah subjek diambil secara acak menjadi satu kelompok n. Distribusi mean berdasarkan kelompok normal dengan keragaman yang sama. Ukuran sampel antara masing-masing kelompok sampel tidak harus sama, tetapi perbedaan ukuran kelompok sampel yang besar dapat mempengaruhi hasil uji perbandingan keragaman.
Hipotesis yang digunakan adalah:
H0: µ1 = µ2 … = µk (mean dari semua kelompok sama)
Ha: µi <> µj (terdapat mean dari dua atau lebih kelompok tidak sama)
Statistik uji-F yang digunakan dalam One Way ANOVA dihitung dengan rumus (k-1), uji F dilakukan dengan membandingkan nilai Fhitung (hasil output) dengan nilai Ftabel. Sedangkan derajat bebas yang digunakan dihitung dengan rumus (n-k), dimana k adalah jumlah kelompok sampel, dan n adalah jumlah sampel. p-value rendah untuk uji ini mengindikasikan penolakan terhadap hipotesis nol, dengan kata lain terdapat bukti bahwa setidaknya satu pasangan mean tidak sama.
Sebaran perbandingan grafis memungkinkan kita melihat distribusi kelompok. Terdapat beberapa pilihan tersedia pada grafik perbandingan yang memungkinkan kita menjelaskan kelompok. Termasuk box plot, mean, median, dan error bar.
Contoh Kasus.
Evaluasi pada metode pengajaran oleh pengawas untuk anak-anak sekolah Paket C adalah sebagai berikut:
Metode 1
Metode 2
Metode 3
Metode 4
10
11
13
18
9
16
8
23
5
9
9
25
Sebelum diinput ke dalam SPSS susunan data harus dirubah dahulu seperti tabel berikut:
Metode
Waktu
1
10
1
9
1
5
2
11
2
16
2
9
3
13
3
8
3
9
4
18
4
23
4
25
Data ini kemudian dapat dimasukkan ke dalam worksheet SPSS agar dapat dilakukan analisis.
Hipotesis yang digunakan adalah:
H0 : µ1 = µ2 = µ3 = µ4 = µ5 (mean dari masing-masing kelompok metode adalah sama)
H1: µ1 <> µ2 <> µ3 <> µ4 <> µ5 (terdapat mean dari dua atau lebih kelompok metode tidak sama)
Langkah-langkah pengujian One Way ANOVA dengan software SPSS adalah sebagai berikut:
1. Input data ke dalam worksheet SPSS, tampilannya akan seperti berikut ini:
Data view:

 
Variabel view:
 
2. Kemudian jalankan analisis dengan memilih ANALYZE – COMPARE MEANS – ONE WAY ANOVA, seperti berikut ini:



3. Setelah muncul kotak dialog, maka pindahkan metode ke DEPENDEN LIST, dan waktu ke FACTOR.



4. Setelah variabel dependen dimasukkan pilih OPTION, kemudian checklist Descriptive dan Homogeneity-of-Variance box, seperti gambar berikut kemudian klik continue.



5. Setelah itu pilih post Hoc Test, pilih Tukey, lalu continue – OK.
6. Setelah itu maka akan muncul output berupa:
7. Output Post Hoc Test akan berupa MULTIPLE COMPARRISON

8. Interpretasi:
Hasil uji Homogeneity-of-Variance box menunjukkan nilai sig. (p-value) sebesar 0,848, ini mengindikasikan bahwa kita gagal menolak H0, berarti tidak cukup bukti untuk menyatakan bahwa mean dari dua atau lebih kelompok metode tidak sama.
Hasil uji one way ANOVA yang telah dilakukan mengindikasikan bahwa uji-F signifikan pada kelompok uji, ini ditunjukkan oleh nilai Fhitung sebesar 11,6 yang lebih besar daripada F(3,9) sebesar 3,86 (Fhitung > Ftabel), diperkuat dengan nilai p = 0.003 lebih kecil daripada nilai kritik α=0,05.
Tukey post hoc test untuk multiple comparisons mengindikasikan bahwa hanya kelompok 4 yang memiliki nilai sig. (F statistik) yang signifikan secara statistik. Hasil ini mengindikasikan bahwa perbedaan rata-rata antara metode waktu belajar 1, 2 dan 3 secara statistik tidak signifikan dan meannya secara signifikan berbeda daripada mean metode 4 yang signifikan secara statistik.
5.      KORELASI DAN REGRESI
Sebelum membuat analisa, laptop / komputer harus diinstal SPSS terlebih dahulu. SPSS yang saya gunakan adalah IBM SPSS Statistics 20 [Portable]. Setelah diinstal, lakukan langkah-langkah sebagai berikut :
1.      Input data ke SPSS.
Ada 2 view dalam SPSS, yaitu Data View dan Variable View. Data di input ke Data View. 

Sementara Variable View digunakan untuk memberi nama variabel.

2.      Langkah selanjutnya yaitu Uji Normalitas. Untuk melakukannya, pilih menu Analyze, kemudian pilih Descriptive Statistics, lalu Explore.

Setelah muncul kotak dialog, pindahkan variabel Nilai Impor dan Pendapatan Nasional ke kotak Dependent List. Kemudiakn klik Plots. Lalu aktifkan box Normality plots with tests, klik Continue lalu OK.


Ini hasil Uji Normalitas
3.      Tahap selanjutnya adalah tahap analisis. Pilih menu Analyze, lalu Correlate dan klik Bivariate.

Setelah muncul kotak dialog, pindahkan variabel Nilai Impor dan Pendapatan Nasional ke kotak Variables. Aktifkan box Pearson dan klik OK.


Ini hasil analisis Korelasi Pearson
4.      Untuk melakukan analisis Korelasi Spearman, caranya sama seperti melakukan analisis Korelasi Pearson. Hanya saja, box yang diaktifkan saat kotak dialog muncul adalah box Spearman. Kemudian klik OK.


Ini hasil analisis Korelasi Spearman
5.      Untuk melakukan analisis Korelasi Partial. Pilih menu Analyze, lalu Correlate dan klik Partial. 

Setelah muncul kotak dialog, pindahkan variabel Nilai Impor dan Pendapatan Nasional ke kotak Variables, dan variabel Tahun ke kotak Controlling for. Klik OK.


Ini hasil analisis Korelasi Partial
6.      Selanjutnya yaitu analisis Korelasi Ganda. Karena tidak ada menu khusus korelasi ganda di SPSS, maka menggunakan regresi. Pilih menu Analyze, lalu Regression dan klik Linear. 

Setelah muncul kotak dialog, pindahkan variabel Nilai Impor ke kotak Dependent dan variabel Pendapatan Nasional ke kotak Independent(s). Lalu klik OK.


Ini hasil analisis Korelasi Ganda
7.      Tahap selanjutnya yaitu analisis regresi. Untuk melakukan analisis Regresi Sederhana, pilih menu Analyze, lalu Regression dan klik Linear. 

Setelah muncul kotak dialog, pindahkan variabel Nilai Impor ke kotak Dependent dan variabel Pendapatan Nasional ke kotak Independent(s). Klik OK.


Ini hasil analisis Regresi Sederhana
8.      Untuk melakukan analisis Regresi Ganda. Pilih menu Analyze, lalu Regression dan klik Linear. Setelah muncul kotak dialog, pindahkan variabel Tahun ke kotak Dependent, sedangkan variabel Nilai Impor dan Pendapatan Nasional ke kotak Independent(s). Klik Statistics. Aktifkan box Collinearity diagnostics dan klik Continue. Klik OK.



Ini hasil analisis Regresi Ganda