ASUHAN
KEPERAWATAN
KEJANG
DEMAM
Oleh
:
Ida
Farida Rahamawati (S1 Keperawatan 2B)
Alasan saya memilih judul kejang
demam ini karena banyak kasus di sekitar kita dan masyarakat dengan gejala
kejang disertai dengan demam yang tinggi tidak dapat diatasi dengan baik. Sehingga,
hal ini juga sangat membahayakan bagi pasien yang mengalaminya. Rata-rata penderita
yang rentan mengalami kejang demam ini adalah bayi dan anak-anak. Tetapi dapat juga
terjadi pada orang dewasa. Banyak orang awam tidak mengetahui apa itu kejang
demam, sebab terjadinya kejang demam, perjalanan penyakit kejang demam, tanda
dan gejala kejang demam, cara untuk mengatasi atau hal-hal yang harus dilakukan
untuk mengatasi kejang demam, dan bahkan bahaya yang ditimbulkan bila kejang demam
itu tidak segera diberi penanganan atau diatasi dengan baik.
Sebelum terjadi kejang, biasanya
pasien mengalami demam yang tinggi dengan suhu lebih dari 38°C, lalu muncul
tanda kejang seperti pucat, mata melotot, kaku seluruh tubuh, gerakan yang
tidak terkontrol, gigi menggigit lidah, telapak tangan dan kaki dingin.
Kebanyakan orang awam tidak mengetahui hal-hal apa yang harus dilakukan untuk
mengatasi masalah tersebut. Sering kali orang berfikir bahwa hal itu merupakan
gejala kesurupan atau ayan. Bahkan ada beberapa masyarakat mempercayai bahwa bila
terjadi kejang dengan demam menandakan proses menuju kematian. Oleh karena itu,
saya tertarik untuk mempelajari tentang Asuhan Keperawatan Kejang Demam. Pada
kasus ini saya akan membahas tentang asuhan keperawatan kejang demam pada anak.
Menurut saya, arti kejang demam
adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami kejang yang ditandai dengan
kaku tubuh, tidak sadarkan diri, mata melotot, dan gigi menggeget lidah akibat
peningkatan suhu tubuh lebih dari 38°C yang disebabkan oleh respon terhadap
infeksi, peradangan, atau penyakit lain, terjadi secara singkat selama beberapa
menit, beberapa jam, dan bahkan bisa juga terjadi hingga beberapa hari. Bila
kejang demam ini tidak segera diatasi maka dapat terjadi kejang demam berulang
yang biasanya terjadi lebih lama dari kejang demam sebelumnya. Timbulnya kejang
demam ini juga dapat mengakibatkan masalah seperti resiko cidera dan hambatan
pada jalan nafas bagi penderita.
Definisi kejang demam yang pertama, menurut
International League Against Epilepsy (ILAE) kejang demam adalah kejang yang terjadi
setelah usia 1 bulan yang berkaitan dengan demam yang bukan disebabkan oleh
infeksi susunan saraf pusat, tanpa riwayat kejang sebelumnya pada masa neonatus
dan tidak memenuhi kriteria tipe kejang akut lainnya misalnya karena
keseimbangan elektrolit akut.
Definisi kejang demam yang kedua,
menurut Consensus statement on
febrile seizures (1980) kejang demam adalah kejadian pada bayi atau anak yang
berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi
intracranial atau penyebab tertentu. Anak yang pernah kejang tanpa demam dan
bayi berumur kurang dari 4 minggu tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang
demam harus dibedakan dengan epilepsy, yaitu yang ditandai dengan kejang
berulang tanpa demam.
Definisi kejang demam yang ketiga,
menurut A.
Aziz Alimul Hidayat (99: 2008) mengemukakan bahwa kejang demam merupakan
bangkitan kejang yang dapat terjadi karena peningkatan suhu akibat proses
ekstrakranium dengan ciri terjadi antarusia 6 bulan sampai dengan 4 tahun,
lamanya kurang dari 15 menit dapat bersifat umum dan dapat terjadi 16 jam
setelah timbulnya demam.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa kejang
demam adalah bangkitan kejang yang dapat terjadi karena peningkatan suhu akibat
proses ekstrakranium
yang bukan disebabkan oleh infeksi susunan saraf pusat, tanpa riwayat kejang
sebelumnya, rentan terjadi pada anak antara usia 6 bulan sampai dengan 4 tahun,
lamanya
kurang dari 15 menit bersifat umum, dan dapat terjadi 16 jam setelah timbulnya
demam serta harus
dibedakan dengan penyakit epilepsy yang ditandai dengan kejang berulang tanpa
demam.
Dalam proses keperawatan, ada lima
langkah yang harus dilakukan oleh seorang perawat untuk menghadapi sebuah
masalah yang disebut dengan paradigma
keperawatan. Paradigma keperawatan ini terdiri dari tahap pengkajian, diagnosa
keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi keperawatan, dan evaluasi.
Tahap-tahap ini harus dilakukan secara sistematis atau berurutan. Tahap pertama
adalah pengkajian, dimana seorang perawat harus melakukan pengkajian terhadap
setiap pasien. Dalam pengkajian keperawatan ada berbagai macam jenis teknik
pengkajian yang digunakan mulai dari pengkajian head to toe, persistem, dan
pola Gordon. Tahap kedua adalah diagnosa keperawatan, dimana seorang perawat
mengangkat sebuah diagnosa keperawatan setelah melakukan pengkajian dan
pemeriksaan fisik pada pasien. Untuk mengambil sebuah diagnosa keperawatan,
maka seorang perawat harus mengetahui keluhan-keluhan terbanyak dari seorang
pasien tersebut sehingga dapat diambil beberapa diagnosa dan menyimpulkan
sebuah diagnosa prioritas atau diagnosa utama. Untuk itu pedoman yang digunakan
oleh perawat adalah sebuah buku diagnosa keperawatan seperti NANDA-I, DOENGOES, ataupun LINDA
JUAN. Tahap ketiga adalah intervensi keperawatan, dimana seorang perawat
menentukan rencana tindakan yang akan dilakukan pada pasien setelah mengangkat
sebuah diagnosa prioritas atau diagnosa utama. Tahap keempat adalah
implementasi keperawatan, dimana seorang perawat selanjutnya melaksanakan
rencana tindakan yang telah ditentukan sesuai dengan keadaan dan kondisi pasien.
Dan tahap yang terakhir adalah evaluasi, dimana seorang perawat harus
mengevaluasi hasil tindakan yang telah dilakukan kepada pasien sudah teratasi
dengan baik atau belum teratasi. Apabila masalah pada pasien belum teratasi,
maka seorang perawat harus menentukan rencana tindakan lanjutan sampai masalah
teratasi dengan baik.
Tahap pertama, melakukan pengkajian.
Pada kasus kejang demam ini, saya akan melakukan pengkajian dengan menggunakan
pengkajian pola Gordon. Dalam pengkajian pola Gordon, terdapat 13 pola yang akan dilakukan pengkajian meliputi : pola manajemen
kesehatan dan persepsi kesehatan, pola metabolik-nutrisi, pola eliminasi, pola
aktifitas-tidur, pola persepsi-kognitif, pola konsep diri-persepsi diri, pola
hubungan peran, pola reproduksi-seksualias, pola toleransi terhadap
stress-koping, pola keyakinan-nilai, pola promosi kesehatan, pola kenyamanan,
pola tumbuh kembang. Untuk kasus kejang demam ini, saya hanya menggunakan 4
pengkajian pola Gordon diantaranya adalah pola metabolik-nutrisi, pola aktifitas-latihan,
pola kenyamanan, pola keamanan dan tumbuh kembang.
Pengkajian pertama adalah pola
metabolik-nutrisi. Alasan saya mengambil pola tersebut karena jika pasien
mengalami demam yang tinggi maka nafsu makan pada pasien akan mengalami
penurunan, sehingga mempengaruhi sistem metabolisme tubuh juga. Pengkajian yang
dilakukan antara lain : tanyakan tentang pola makan, porsi makan, riwayat
alergi terhadap makanan, jenis makanan yang disukai, mengalami mual dan muntah
atau tidak, keadaan umum lemah dan pucat atau tidak, mukosa bibir pucat atau
tidak, dan tanyakan juga berat badan pasien.
Pengkajian kedua adalah
aktifitas-latihan. Alasan saya mengambil pola tersebut karena pasien kejang
demam akan mengalami kelemahan pada saat demam terjadi dan kekakuan pada saat
serangan kejang. Dengan adanya kelemahan pada pasien, maka pengkajian yang
dilakukan adalah melakukan pemeriksaan tes kekuatan otot (nilai 0-5) dengan
kriteria sebagai berikut : 0: tidak ada kontraksi, 1:
kontaksi (gerakan minimal), 2: gerakan aktif namun tidak dapat
melawan gravitasi, 3: gerakan aktif, dapat melawan
gravitasi, 4: gerakan aktif, dapat melawan gravitasi serta
mampu menahan tahanan ringan, 5: gerakan aktif, dapat melawan
gravitasi serta mampu menahan tahanan penuh, selain itu kita tanyakan apa saja
aktifitas yang dilakukan oleh pasien saat mengalami demam, apakah aktifitas
tersebut juga biasa dilakukan oleh pasien, dan berapa lama aktifitas tersebut
dilakukan oleh pasien.
Pengkajian
ketiga adalah pola kenyamanan. Alasan saya mengambil pola tersebut karena
pasien akan mengalami ketidaknyamanan pada saat demam terjadi. Suhu meningkat
membuat pasien menjadi rewel dan sering menangis. Begitu pula pada saat kejang,
setelah terjadi kejang pasien akan mengalami rasa sakit di seluruh tubuhnya.
Pengkajian yang dilakukan antara lain : apakah pasien terlihat gelisah, apakah
pasien sering menangis, dan apakah pasien sering rewel, usaha apa yang sudah
dilakukan untuk demam yang dialami, apakah pasien menggigit lidahnya, apakah gerakan
saat kejang tidak terkontrol, kapan terjadinya kejang, berapa lama kejang
berlangsung, apa tindakan yang dilakukan saat kejang terjadi, dan apakah sebelumnya
pasien pernah mengalami hal yang sama seperti sekarang.
Pengkajian
keempat adalah pola pertumbuhan dan perkembangan. Alasan saya mengambil pola
tersebut karena kejang demam dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan
pada anak. Kejang dapat menyebabkan kerusakan sel-sel saraf yang dapat
menghambat proses pertumbuhan dan perkembangan anak. Pengkajian yang dilakukan
antara lain berapa usia anak, aktivitas dan kemampuan apa yang sudah bisa
dilakukan, berapa berat badan anak, dan berapa tinggi badan anak. Sehingga
perawat dapat mengetahui tingkat keterlambatan tumbuh kembangnya.
Tahap kedua, menentukan diagnose. Dari
pengkajian tersebut, perawat dapat menentukan diagnosa yang sesuai untuk pasien
kejang demam. Diagnosa tersebut adalah 1) Hipertermi
berhubungan dengan proses penyakit. 2) Resiko tinggi
kejang berulang berhubungan dengan riwayat kejang berulang. 3) Gangguan rasa nyaman
berhubungan dengan hipertermi yang ditandai dengan suhu meningkat dan anak tampak rewel. 4) Kurangnya
pengetahuan keluarga berhubungan dengan keterbatasan informasi yang ditandai
dengan keluarga sering bertanya tentang penyakit anaknya. (http://www.scribd.com/doc/251332848) dan (http://www.scribd.com/doc/283589593).
Saya
mengambil diagnosa keperawatan untuk kejang demam ini adalah hipertermi
berhubungan dengan proses penyakit dan resiko tinggi kejang berulang
berhubungan dengan riwayat kejang berulang. Alasan saya mengambil diagnosa
hipertermi adalah kejang ini tidak bisa terjadi apabila pasien tidak mengalami
peningkatan suhu tubuh, sedangkan alasan saya mengambil diagnosa resiko tinggi
kejang berulang adalah apabila kejang demam sebelumnya tidak dapat diatasi
dengan baik, maka akan terjadi kejang demam berulang yang lebih lama dari pada
sebelumnya.
Tahap
ketiga, rencana tindakan. Dari diagnosa yang telah saya ambil, ada beberapa
intervensi yang dapat dilakukan kepada pasien. Untuk diagnosa hipertermi
berhubungan dengan proses penyakit, intervensinya adalah sebagai berikut 1)
Pantau suhu pasien. Alasan saya mengambil rencana tindakan tersebut karena suhu
38,9-41°C menunjukkan adanya proses penyakit infeksius akut. 2) Beri dan
anjurkan pasien untuk kompres dingin pada dahi, lipatan paha, dan aksila.
Alasan saya mengambil rencana tindakan tersebut karena dapat membantu
menurunkan panas tubuh. 3) Anjurkan pasien untuk memakai pakaian tipis dan
menyerap keringat. Alasan saya mengambil rencana tindakan tersebut karena
pakaian yang tipis dapat mengurangi evaporasi. 4) Beri dan anjurkan pasien
untuk banyak minum untuk menghindari dehidrasi. Alasan saya mengambil rencana
tindakan tersebut karena peningkatan metabolisme menyebabkan kehilangan cairan sehingga
beresiko terjadinya dehidrasi. 5) Kolaborasi dengan tim kesehatan dalam
pemberian anti peuretik. Alasan saya mengambil rencana tindakan tersebut karena
untuk membantu mengurangi panas tubuh pasien.
Sedangkan
untuk diagnosa resiko tinggi kejang berulang berhubungan dengan
riwayat kejang berulang, intervensinya adalah sebagai berikut 1) Observasi TTV
(suhu tubuh) tiap 4 jam. Alasan saya mengambil rencana tindakan tersebut
karena peningkatan suhu tubuh dapat mengakibatkan kejang berulang. 2) Observasi
tanda-tanda kejang. Alasan saya mengambil rencana tindakan tersebut
karena untuk dapat menentukan intervensi dengan segera. 3) Kolaborasi pemberian
obat anti kejang atau konvulsi. Alasan saya mengambil rencana
tindakan tersebut
karena dapat menanggulangi kejang berulang.
Selanjutnya adalah tahap
implementasi (tindakan keperawatan) yaitu seorang perawat melakukan tindakan
sesuai perencanaan yang telah ditentukan dan juga tergantung dari kondisi pasien.
Dan untuk tahap terakhir yaitu evaluasi dengan menilai adanya perkembangan
kesehatan setelah tindakan keperawatan diberikan kepada pasien.
Daftar
Pustaka
Mutiya, Nur. 2012. Kejang
Demam pada Anak. http://keperawatanurscimmya.blogspot.co.id/2012/01/kejang-demam-pada-anak.html.Diakses
pada tanggal 27 Januari 2012
Ayu, Kurnia. 2015. Kejang
Demam. http://dokumen.tips/documents/kejang-demam-56265205f10f6.html.
Diakses pada tanggal 20 Oktober 2015
Rizkia, Kiki. https://www.scribd.com/doc/88659973/KEJANG-DEMAM