Rabu, 20 Juli 2016

KEJANG DEMAM




ASUHAN KEPERAWATAN
KEJANG DEMAM
Oleh :
Ida Farida Rahamawati (S1 Keperawatan 2B)

            Alasan saya memilih judul kejang demam ini karena banyak kasus di sekitar kita dan masyarakat dengan gejala kejang disertai dengan demam yang tinggi tidak dapat diatasi dengan baik. Sehingga, hal ini juga sangat membahayakan bagi pasien yang mengalaminya. Rata-rata penderita yang rentan mengalami kejang demam ini adalah bayi dan anak-anak. Tetapi dapat juga terjadi pada orang dewasa. Banyak orang awam tidak mengetahui apa itu kejang demam, sebab terjadinya kejang demam, perjalanan penyakit kejang demam, tanda dan gejala kejang demam, cara untuk mengatasi atau hal-hal yang harus dilakukan untuk mengatasi kejang demam, dan bahkan bahaya yang ditimbulkan bila kejang demam itu tidak segera diberi penanganan atau diatasi dengan baik.

            Sebelum terjadi kejang, biasanya pasien mengalami demam yang tinggi dengan suhu lebih dari 38°C, lalu muncul tanda kejang seperti pucat, mata melotot, kaku seluruh tubuh, gerakan yang tidak terkontrol, gigi menggigit lidah, telapak tangan dan kaki dingin. Kebanyakan orang awam tidak mengetahui hal-hal apa yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut. Sering kali orang berfikir bahwa hal itu merupakan gejala kesurupan atau ayan. Bahkan ada beberapa masyarakat mempercayai bahwa bila terjadi kejang dengan demam menandakan proses menuju kematian. Oleh karena itu, saya tertarik untuk mempelajari tentang Asuhan Keperawatan Kejang Demam. Pada kasus ini saya akan membahas tentang asuhan keperawatan kejang demam pada anak.

            Menurut saya, arti kejang demam adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami kejang yang ditandai dengan kaku tubuh, tidak sadarkan diri, mata melotot, dan gigi menggeget lidah akibat peningkatan suhu tubuh lebih dari 38°C yang disebabkan oleh respon terhadap infeksi, peradangan, atau penyakit lain, terjadi secara singkat selama beberapa menit, beberapa jam, dan bahkan bisa juga terjadi hingga beberapa hari. Bila kejang demam ini tidak segera diatasi maka dapat terjadi kejang demam berulang yang biasanya terjadi lebih lama dari kejang demam sebelumnya. Timbulnya kejang demam ini juga dapat mengakibatkan masalah seperti resiko cidera dan hambatan pada jalan nafas bagi penderita.

            Definisi kejang demam yang pertama, menurut International League Against Epilepsy (ILAE) kejang demam adalah kejang yang terjadi setelah usia 1 bulan yang berkaitan dengan demam yang bukan disebabkan oleh infeksi susunan saraf pusat, tanpa riwayat kejang sebelumnya pada masa neonatus dan tidak memenuhi kriteria tipe kejang akut lainnya misalnya karena keseimbangan elektrolit akut.

            Definisi kejang demam yang kedua, menurut Consensus statement on febrile seizures (1980) kejang demam adalah kejadian pada bayi atau anak yang berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi intracranial atau penyebab tertentu. Anak yang pernah kejang tanpa demam dan bayi berumur kurang dari 4 minggu tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsy, yaitu yang ditandai dengan kejang berulang tanpa demam.

            Definisi kejang demam yang ketiga, menurut A. Aziz Alimul Hidayat (99: 2008) mengemukakan bahwa kejang demam merupakan bangkitan kejang yang dapat terjadi karena peningkatan suhu akibat proses ekstrakranium dengan ciri terjadi antarusia 6 bulan sampai dengan 4 tahun, lamanya kurang dari 15 menit dapat bersifat umum dan dapat terjadi 16 jam setelah timbulnya demam. 

            Jadi, dapat disimpulkan bahwa kejang demam adalah bangkitan kejang yang dapat terjadi karena peningkatan suhu akibat proses ekstrakranium yang bukan disebabkan oleh infeksi susunan saraf pusat, tanpa riwayat kejang sebelumnya, rentan terjadi pada anak antara usia 6 bulan sampai dengan 4 tahun, lamanya kurang dari 15 menit bersifat umum, dan dapat terjadi 16 jam setelah timbulnya demam serta harus dibedakan dengan penyakit epilepsy yang ditandai dengan kejang berulang tanpa demam.

Dalam proses keperawatan, ada lima langkah yang harus dilakukan oleh seorang perawat untuk menghadapi sebuah masalah yang disebut  dengan paradigma keperawatan. Paradigma keperawatan ini terdiri dari tahap pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi keperawatan, dan evaluasi. Tahap-tahap ini harus dilakukan secara sistematis atau berurutan. Tahap pertama adalah pengkajian, dimana seorang perawat harus melakukan pengkajian terhadap setiap pasien. Dalam pengkajian keperawatan ada berbagai macam jenis teknik pengkajian yang digunakan mulai dari pengkajian head to toe, persistem, dan pola Gordon. Tahap kedua adalah diagnosa keperawatan, dimana seorang perawat mengangkat sebuah diagnosa keperawatan setelah melakukan pengkajian dan pemeriksaan fisik pada pasien. Untuk mengambil sebuah diagnosa keperawatan, maka seorang perawat harus mengetahui keluhan-keluhan terbanyak dari seorang pasien tersebut sehingga dapat diambil beberapa diagnosa dan menyimpulkan sebuah diagnosa prioritas atau diagnosa utama. Untuk itu pedoman yang digunakan oleh perawat adalah sebuah buku diagnosa keperawatan  seperti NANDA-I, DOENGOES, ataupun LINDA JUAN. Tahap ketiga adalah intervensi keperawatan, dimana seorang perawat menentukan rencana tindakan yang akan dilakukan pada pasien setelah mengangkat sebuah diagnosa prioritas atau diagnosa utama. Tahap keempat adalah implementasi keperawatan, dimana seorang perawat selanjutnya melaksanakan rencana tindakan yang telah ditentukan sesuai dengan keadaan dan kondisi pasien. Dan tahap yang terakhir adalah evaluasi, dimana seorang perawat harus mengevaluasi hasil tindakan yang telah dilakukan kepada pasien sudah teratasi dengan baik atau belum teratasi. Apabila masalah pada pasien belum teratasi, maka seorang perawat harus menentukan rencana tindakan lanjutan sampai masalah teratasi dengan baik.

Tahap pertama, melakukan pengkajian. Pada kasus kejang demam ini, saya akan melakukan pengkajian dengan menggunakan pengkajian pola Gordon. Dalam pengkajian pola Gordon, terdapat 13 pola yang akan dilakukan pengkajian meliputi : pola manajemen kesehatan dan persepsi kesehatan, pola metabolik-nutrisi, pola eliminasi, pola aktifitas-tidur, pola persepsi-kognitif, pola konsep diri-persepsi diri, pola hubungan peran, pola reproduksi-seksualias, pola toleransi terhadap stress-koping, pola keyakinan-nilai, pola promosi kesehatan, pola kenyamanan, pola tumbuh kembang. Untuk kasus kejang demam ini, saya hanya menggunakan 4 pengkajian pola Gordon diantaranya adalah pola metabolik-nutrisi, pola aktifitas-latihan, pola kenyamanan, pola keamanan dan tumbuh kembang.

Pengkajian pertama adalah pola metabolik-nutrisi. Alasan saya mengambil pola tersebut karena jika pasien mengalami demam yang tinggi maka nafsu makan pada pasien akan mengalami penurunan, sehingga mempengaruhi sistem metabolisme tubuh juga. Pengkajian yang dilakukan antara lain : tanyakan tentang pola makan, porsi makan, riwayat alergi terhadap makanan, jenis makanan yang disukai, mengalami mual dan muntah atau tidak, keadaan umum lemah dan pucat atau tidak, mukosa bibir pucat atau tidak, dan tanyakan juga berat badan pasien. 

Pengkajian kedua adalah aktifitas-latihan. Alasan saya mengambil pola tersebut karena pasien kejang demam akan mengalami kelemahan pada saat demam terjadi dan kekakuan pada saat serangan kejang. Dengan adanya kelemahan pada pasien, maka pengkajian yang dilakukan adalah melakukan pemeriksaan tes kekuatan otot (nilai 0-5) dengan kriteria sebagai berikut : 0: tidak ada kontraksi, 1: kontaksi (gerakan minimal), 2: gerakan aktif namun tidak dapat melawan gravitasi, 3: gerakan aktif, dapat melawan gravitasi, 4: gerakan aktif, dapat melawan gravitasi serta mampu menahan tahanan ringan, 5: gerakan aktif, dapat melawan gravitasi serta mampu menahan tahanan penuh, selain itu kita tanyakan apa saja aktifitas yang dilakukan oleh pasien saat mengalami demam, apakah aktifitas tersebut juga biasa dilakukan oleh pasien, dan berapa lama aktifitas tersebut dilakukan oleh pasien. 

Pengkajian ketiga adalah pola kenyamanan. Alasan saya mengambil pola tersebut karena pasien akan mengalami ketidaknyamanan pada saat demam terjadi. Suhu meningkat membuat pasien menjadi rewel dan sering menangis. Begitu pula pada saat kejang, setelah terjadi kejang pasien akan mengalami rasa sakit di seluruh tubuhnya. Pengkajian yang dilakukan antara lain : apakah pasien terlihat gelisah, apakah pasien sering menangis, dan apakah pasien sering rewel, usaha apa yang sudah dilakukan untuk demam yang dialami, apakah pasien menggigit lidahnya, apakah gerakan saat kejang tidak terkontrol, kapan terjadinya kejang, berapa lama kejang berlangsung, apa tindakan yang dilakukan saat kejang terjadi, dan apakah sebelumnya pasien pernah mengalami hal yang sama seperti sekarang.

Pengkajian keempat adalah pola pertumbuhan dan perkembangan. Alasan saya mengambil pola tersebut karena kejang demam dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada anak. Kejang dapat menyebabkan kerusakan sel-sel saraf yang dapat menghambat proses pertumbuhan dan perkembangan anak. Pengkajian yang dilakukan antara lain berapa usia anak, aktivitas dan kemampuan apa yang sudah bisa dilakukan, berapa berat badan anak, dan berapa tinggi badan anak. Sehingga perawat dapat mengetahui tingkat keterlambatan tumbuh kembangnya.

Tahap kedua, menentukan diagnose. Dari pengkajian tersebut, perawat dapat menentukan diagnosa yang sesuai untuk pasien kejang demam. Diagnosa tersebut adalah 1) Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit. 2) Resiko tinggi kejang berulang berhubungan dengan riwayat kejang berulang. 3) Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan hipertermi yang ditandai dengan suhu meningkat dan anak tampak rewel. 4) Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan dengan keterbatasan informasi yang ditandai dengan keluarga sering bertanya tentang penyakit anaknya. (http://www.scribd.com/doc/251332848) dan (http://www.scribd.com/doc/283589593).

Saya mengambil diagnosa keperawatan untuk kejang demam ini adalah hipertermi berhubungan dengan proses penyakit dan resiko tinggi kejang berulang berhubungan dengan riwayat kejang berulang. Alasan saya mengambil diagnosa hipertermi adalah kejang ini tidak bisa terjadi apabila pasien tidak mengalami peningkatan suhu tubuh, sedangkan alasan saya mengambil diagnosa resiko tinggi kejang berulang adalah apabila kejang demam sebelumnya tidak dapat diatasi dengan baik, maka akan terjadi kejang demam berulang yang lebih lama dari pada sebelumnya.

Tahap ketiga, rencana tindakan. Dari diagnosa yang telah saya ambil, ada beberapa intervensi yang dapat dilakukan kepada pasien. Untuk diagnosa hipertermi berhubungan dengan proses penyakit, intervensinya adalah sebagai berikut 1) Pantau suhu pasien. Alasan saya mengambil rencana tindakan tersebut karena suhu 38,9-41°C menunjukkan adanya proses penyakit infeksius akut. 2) Beri dan anjurkan pasien untuk kompres dingin pada dahi, lipatan paha, dan aksila. Alasan saya mengambil rencana tindakan tersebut karena dapat membantu menurunkan panas tubuh. 3) Anjurkan pasien untuk memakai pakaian tipis dan menyerap keringat. Alasan saya mengambil rencana tindakan tersebut karena pakaian yang tipis dapat mengurangi evaporasi. 4) Beri dan anjurkan pasien untuk banyak minum untuk menghindari dehidrasi. Alasan saya mengambil rencana tindakan tersebut karena peningkatan metabolisme menyebabkan kehilangan cairan sehingga beresiko terjadinya dehidrasi. 5) Kolaborasi dengan tim kesehatan dalam pemberian anti peuretik. Alasan saya mengambil rencana tindakan tersebut karena untuk membantu mengurangi panas tubuh pasien.

Sedangkan untuk diagnosa resiko tinggi kejang berulang berhubungan dengan riwayat kejang berulang, intervensinya adalah sebagai berikut 1) Observasi TTV (suhu tubuh) tiap 4 jam. Alasan saya mengambil rencana tindakan tersebut karena peningkatan suhu tubuh dapat mengakibatkan kejang berulang. 2) Observasi tanda-tanda kejang. Alasan saya mengambil rencana tindakan tersebut karena untuk dapat menentukan intervensi dengan segera. 3) Kolaborasi pemberian obat anti kejang atau konvulsi. Alasan saya mengambil rencana tindakan tersebut karena dapat menanggulangi kejang berulang.

            Selanjutnya adalah tahap implementasi (tindakan keperawatan) yaitu seorang perawat melakukan tindakan sesuai perencanaan yang telah ditentukan dan juga tergantung dari kondisi pasien. Dan untuk tahap terakhir yaitu evaluasi dengan menilai adanya perkembangan kesehatan setelah tindakan keperawatan diberikan kepada pasien.

Daftar Pustaka
Mutiya, Nur. 2012. Kejang Demam pada Anak. http://keperawatanurscimmya.blogspot.co.id/2012/01/kejang-demam-pada-anak.html.Diakses pada tanggal 27 Januari 2012
Ayu, Kurnia. 2015. Kejang Demam. http://dokumen.tips/documents/kejang-demam-56265205f10f6.html. Diakses pada tanggal 20 Oktober 2015
Rizkia, Kiki. https://www.scribd.com/doc/88659973/KEJANG-DEMAM